Sejenak menjauhi Allah
Aku memaksakan senyumku kala teman mengajak untuk
mengobrol panjang. Aku seolah sangat berminat untuk menjalani hari yang
sebenarnya terasa hampa. Bukan perempuan itu yang membosankan, tapi perasaan inilah
yang tidak karuan.
Sudah sangat lama aku meninggalkan beberapa disiplin
rohani yang seharusnya menjadi asupan kehidupan iman orang Kristen. Bible
reading adalah satu-satunya amunisi dalam sepanjang hari. Sebenarnya aku
juga masih komitmen memberikan perpuluhan sebagai tanda terima kasih kepada
Tuhan. Namun rasanya sama saja, seperti ada potongan puzzle yang
menghilang dari jiwa. Walau terus mencari, aku tak tahu sama sekali bagian mana
yang telah pergi.
Ini kali ketiga aku ibadah raya di Cikarang. Semua
berawal dari rekan kerja yang memberitahukan ada jadwal ibadah on site
di GBI. Menyadari ada yang tidak beres dengan HPDT (hubungan pribadi dengan
Tuhan), aku mulai menerka bahwa ibadah online adalah akar masalahnya.
Namun sejauh apapun aku mencoba, selarut apapun aku dalam tangis ketika
menyembah, bahkan sebanyak apapun aku beribadah; yang hilang tidak pernah
kutemukan, cinta mula-mula tidak pernah kembali seperti sediakala.
Tidak putus asa, opsi lain coba dilaksanakan, yakni
mengajak kembali kakak rohani untuk melanjutkan kelompok kecil yang dulunya
sempat berhenti. Sebisa mungkin ekspresi semangat digali sampai ke bagian
paling dalam. Beberapa kali berjuang, hasilnya tetap sama, rindu tidak muncul
ke permukaan. Rasa bersalah semakin menyusup jiwa, bagaimana mungkin menyembah
Tuhan dalam kehampaan? Aku sedang berdusta kepada Sang Mahatahu segalanya.
Ibadah raya offline dan kelompok kecil tidak
lagi terlaksana. Semua bagai mengerjakan hal yang sia-sia, aku masih tetap saja
begini. Larut dalam kesepian iman dan menikmati datarnya kehidupan. Hari
berganti bulan, masih belum ada perubahan.
Retina memandangi layar komputer yang berada di atas
meja kerja. Tiba-tiba saja aku ingin kembali mencoba, jemari langsung menari
untuk registrasi ibadah on site, kali ini khusus ibadah pemuda. Tidak satupun
yang akan ikut denganku, hanya sendiri sembari mengukur keberanian hati. Tekat
sudah bulat, tidak akan ada lagi kompensasi.
***
Semua mata tertuju sambil menatap dengan asing, aura canggung
yang kurasakan muncul ke permukaan dan mengecap setiap jiwa.
“Tenang! Tenang! Tegakkan kepalamu, jangan merunduk!” batinku kepada diri sendiri.
Semua berjalan dengan lancar hingga kudapatkan tiket
masuk berupa stiker senyum yang harus ditempel pada pakaian.
“WELCOME GOD’S DNA, WELCOME HOME!!!”
Teriakan itu mengalihkan perhatianku yang tidak
terbiasa dengan budaya di sini. Sedang jemaat lain terkesan biasa saja karena
sudah bukan orang baru lagi. Kami berhamburan ke dalam ruangan kala pelayan ibadah
memberi sambutan seraya membukakan pintu mempersilahkan kami masuk. Semua berjalan
dengan baik hingga penghujung acara, tapi tunggu dulu, perasaanku mulai
tergugah.
Minggu-Minggu berikutnya sudah terasa lebih mudah, aku
juga berkenalan dengan jemaat pemuda lain. Begitulah hingga aku bisa berbincang
seru dengan seorang pendatang yang berasal dari Bandung. Kami berfoto bersama,
membagikan pengalaman kerja, bertukar nomor ponsel dan berakhir di sebuah undangan
webinar rohani bertema kasih sayang yang akan diadakan selama bulan Februari di
setiap Sabtunya.
Semenjak hari itu telah diambil sebuah pilihan, aku
akan mulai mencari teman. Iya teman! Aku mulai menyadari penyebab kehampaan
hati selama berbulan-bulan ini. Tepat setahun lalu, aku kehilangan seorang
teman. Rasanya sangat sakit sekali, dikhianati dengan kesadaran penuh.
Kesalahan yang memang tidak akan pernah terlupakan, alasannya pun begitu tidak
masuk akal.
Kejadian tersebut telah menyisakan sebuah trauma
mendalam. Betapa tidak, seseorang yang dikenal ekstrovert berubah
menjadi gadis introvert. Tidak akan ada yang namanya orang baru karena
takut berlebihan terus bermunculan. Bagimana bila pengkhianatan terulang?
Bagimana bila luka basah ini harus teriris kembali? Gemetar tubuh sudah mampu
menjelaskan keadaanku bagai seekor kucing malang yang terjatuh ke dalam got
berkubang lumpur.
Beberapa rekan kerja sering mengajak untuk bermain
bersama, tapi aku selalu punya cara untuk menolak dengan sopan. Aku terkadang
khawatir bila mereka mencapku sebagai gadis sombong yang tidak ingin membangun
hubungan. Namun aku lebih takut bila harus jatuh hati dengan kelompok
pertemanan yang berakhir pada pengkhianatan yang mengharuskan kehilangan
pekerjaanku satu-satunya.
Dulu aku pikir telah menemukan sebuah solusi, mencari
teman baru di luar tempat kerja. Sungguh tidak ingin melibatkan perasaan di
dunia kerja. Hanya mencoba jadi seorang pekerja yang professional. Setelah
menyadari satu hal, aku rasa tidak salah untuk mencoba kembali sebuah hubungan
pertemanan. Tempat yang sama belum tentu menghadirkan cerita yang sama pula.
Allah telah menciptakan kita sebagai mahluk sosial,
yang artinya kita tidak bisa hidup tanpa orang lain. Kerap kali menjaga jarak
dengan orang lain membuat kita menjadi sosok menyedihkan. Menjauhi persekutuan
sama saja dengan menjauhi Allah. Itulah mengapa saat aku berusaha menggali
cintaku kepadaNya, aku tidak menemukan apa-apa.
Sendiri memang terasa damai, tapi percayalah
berinteraksi dengan orang-orang yang tepat akan membangkitkan semangat.
Cobalah! Barangkali kamu akan menemukan sesuatu yang kamu butuhkan.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyerahkan hati
dalam sebuah lingkungan pertemanan. Hanya saja aku sudah lebih bijak mengontrol
perasaan. Kini aku mendapat relasi yang mampu membuatku bertumbuh di dalam
iman. Hal yang paling penting ialah kesaksian mereka tentang Kristus telah
membangun pundi-pundi rinduku juga pada Sang Pencipta. Aku mulai merasakan
getaran cinta mula-mula. Aku mulai menikmati Tuhan dalam setiap penyembahan.
Aku mulai belajar mengasihi sesama karena Tuhan, bukan
karena diriku sendiri. Dengan begitu, perbuatan tidak menyenangkan mereka tidak
akan berakhir pada sebuah rasa kecewa. Paling tidak, dengan begini aku tidak
akan lagi menyakiti diri sendiri. Kasihku pada rekan kerja dan teman gereja sedang
kuubah menjadi kasih karena Kristus, bukan kasih yang tercipta karena pertemuan
terus-menerus.
Jika lingkungan kerja membuatmu trauma dalam berteman,
carilah alternatif lain untuk menumbuhkan iman.
Beberapa ayat yang menyatakan bahwa kita mahluk sosial:
1. Ibrani 10:25 Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita,
seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati,
dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.
2. Kejadian 2:18 TUHAN Allah
berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya,
yang sepadan dengan dia."
Grand Victoria Casino - Mapyro
BalasHapusDirections to Grand Victoria Casino 김제 출장마사지 and 14 삼척 출장안마 minutes from 계룡 출장마사지 Hwy 24 N, Masksa 익산 출장마사지 and 1.5-mile (5 km) of free-wheels (1.5 km) from 시흥 출장마사지 the nearest airport.