Ternyata aku tidak mencintaimu

      


    
Kita sudah cukup dewasa untuk mengerti bahwa percintaan bukan sekadar bersama, tapi fokus mempersiapkan kebersamaan. Namun, sendirian tidak semudah yang selalu kamu bicarakan. Angin kencang menerbangkan rambut terurai, ombak yang berkejar-kejaran menimbulkan suara menenangkan. Di sini, di tepi pantai yang menyegarkan mata, aku menikmati hari tanpamu. Ada sepasang kekasih yang bermain kejar-kejaran, ada yang sedang bercanda tawa, ada pula yang saling menatap satu sama lain hingga si perempuan tersipu malu.

          “Permisi Neng, ini kelapanya.” Menyerahkan buah kelapa yang siap untuk dinikmati.

          “Makasih Pak,” balasku sembari menyerahkan selembar kertas pembayaran.

          “Maaf nih Neng, mau tanya, kalau main ke sini kok sendiri terus? Eh, kalau tidak dijawab juga tidak apa-apa Neng, maaf Bapak lancang,” ucapnya saat ekspresiku berubah. Sungguh aku tidak tersinggung, hanya saja baru kali ini ada yang bertanya.

          “Hahaha, tidak apa-apa Pak. Menurut saya, pantai ini terlalu indah untuk dibagi dengan orang lain.” Jawabanku memang tidak akan memuaskan tanya, tapi mengalihkan pandangan mereka untuk kasihan.

          “Ya sudah kalau begitu Neng, Bapak lanjut jualan lagi.”

          Beralaskan sendal, aku memilih duduk di pasir putih yang lembab. Matahari terbenam mulai memberikan aba-aba, warna oranye mulai menghiasi langit yang seakan menyentuh ujung pantai. Kutarik napas berkali-kali, semoga hati semakin tenang oleh hirupan menenangkan. Sekilas aku memaksa memori lama untuk kembali ke permukaan, ada hal penting yang sedang aku cari tahu; ya kebenaran hubungan.

          Malam itu, aku tersenyum dengan ketulusan, menarik napas dan menyusun kalimat yang pertama kali akan kuucap. Bukan karena jatuh cinta, tapi karena ingin menjalin pertemanan yang tidak membawa kecanggungan. Aku ingat, matamu terbelalak, terdiam sepersekian detik, lalu tersadar untuk memulai percakapan. Tatapan itu menunjukkan kekaguman, tatapan seorang lelaki saat melihat wanita cantik.

          Hari berganti hari, semenjak itu kamu mulai menunjukkan perhatian, selalu memastikan bahwa aku dalam keadaan aman. Hampir semua hal terabaikan, hanya untuk mendapatkan perasaan. Kataku, jangan terlalu menaruh hati, tapi kamu tidak peduli; tidak ada hal yang lebih penting selain membuat wanita cantik jatuh cinta. Sebelum tidur, bertukar cerita menjadi rutinitas, tenaga dan pikiran pun dikerahkan tanpa pengecualian.

Ingatkah kamu saat rela keluar dari permainan (game) demi merespons sebuah panggilan? Ingatkah saat sebuah pesawat mendarat dengan pelukan hangat? Ingatkah saat pagi kamu datang dengan jus sehat dan permen lolipop yang enak? Lalu ingatkah kamera ponselmu tidak bisa diam untuk mengabaikan semua perubahan ekspresi di wajah ini? Ingatkah akan telingamu yang panas karena cerita panjang yang tak usai? Tentu masih banyak lagi, tapi adakah artinya lagi?

          Pada akhirnya aku menyerah, membuka hati dan menyerahkan perasaan yang utuh untuk lelaki yang tidak pernah letih. Aku jatuh cinta dan hal itu tidak bisa tersembunyi. Lalu, setelah semua perjalanan panjang, akhirnya semua hal berbuah kekecewaan. Kini tinggal aku seorang yang mencinta, kamu merubah semua perlakuan, tidak lagi memperhatikan tentang apa yang kurasakan. Katamu, aku harus menjadi mandiri, lalu mengapa datang sebagai penjaga hati? Katamu, aku tidak boleh manja dan berharap banyak padamu, lalu mengapa datang mencipta sebuah ketergantungan? Katamu tidak perlu melihat pasangan lain, lalu mengapa dulu memberikan semua perhatian?

          Kini, melayangkan sebuah pesan pun aku harus berpikir panjang. Mengharapkan sebuah pertemuan dan panggilan pun sudah tidak memungkinkan. Kamu tidak pergi, tapi rasanya jauh sekali, kamu tidak selingkuh, tapi rasanya sangat pilu. Mempersiapkan kebersamaan bukan berarti menghilangkan momen berbagikan? Setelah semuanya, aku menjadi sering kehilangan jati diri, kehilangan arah untuk menjalani hari.

          Aku lebih suka menyendiri saat sedih, menyimpan luka dan tak mau berbagi, segala kesakitan biarlah menjadi milik sendiri.

          “Ternyata aku hanya jatuh hati dengan perlakuanmu saat masa PDKT.” Aku menikmati air kelapa muda yang dicampurkan sedikit sirup Kurnia merah. “Ahhh, nikmat sekali, senikmat punya hubungan, namun seolah tidak pacaran!”

          Aku tidak lagi mau menyakiti diri; kamu datang aku ada di sini, kamu pergi, aku tidak akan mencari. Sampai nanti aku sadar bahwa kita harus sudah berpisah, saat itulah aku benar-benar tidak akan kembali, meski kamu berusaha untuk memperbaiki.

         

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Putih yang menyamar hitam-Chapter1

Puisi Natal Berantai judul "Indahnya Natal di Hatiku"

KehendakMu Baik-Evi Zai (Lirik lagu + motivasi rohani)