Kau yang kusebut masa lalu (Surat untuk kekasih lama)
Surat untuk kekasih lama
Kaki melangkah dengan merana, menyimpan tangis yang
sungguh siap akan pecah. Ini bukan kali pertama, perpisahan kita juga sudah
berlangsung lama, tapi tetap saja sakitnya semakin dalam. Orang-orang bilang,
aku hanya perlu terbiasa tanpa hadirmu, perlu terbiasa tanpa memikirkanmu.
Sudah kucoba, sudah kuberusaha sekuat tenaga. Hanya saja, saat tak sengaja
berpapasan, seluruh aliran darahku bergemuruh, seluruh jahitan lukaku terbuka
kembali. Tatapmu asing, senyummu juga asing. Aku tak lagi melihat sosok yang
dulu begitu penuh dengan cinta. Hanya kenangan tentang kita yang tak pernah
berubah. Kalimat-kalimat indah dari bibirmu masih tersimpan dengan baik di
arsip hati.
“Dua tahun lagi, aku akan mendatangi orang tuamu. Kamu
maukan menikah denganku?” tanyamu seraya menggodaku. Pita suara terhambat,
hanya senyum tersipu yang muncul ke permukaan.
Kini aku sungguh sangat penasaran apakah kalimatmu itu
tidak lagi berlaku? Apakah keinginanmu itu tak lagi ingin diwujud? Hari ini aku
bermimpi melihat seseorang tengah memelukmu erat. Kamu terlihat begitu nyaman
dan aku kehilangan pijakan. Meski hanya bunga tidur, sungguh aku tidak ingin
mengulang. Rasanya perih, bagai dicabik-cabik kenyataan.
Tidak ada lagi yang dapat kulakukan selain berteriak
dengan tangis yang tak terkendali. Memukul dada agar kembali sadar dan tahu
diri. Katakanlah aku memang sangat naif, aku yang tak lagi mengkehendaki kita
bersama, tapi aku pula yang tidak terima jarak baru di antara kita. Karena sejujurnya
yang ingin aku lepaskan hanya situasi menyebalkan kita, sikap-sikapmu yang
belum bisa kuterima. Namun, aku malah memutuskan pengikat kita. Bagaimana pun,
aku harus benar-benar siap kehilangan semua tentangmu. Yang bisa kumiliki hanya
potongan-potongan kenangan kala kita memadu kasih.
“Terima kasih telah mengabaikan dan menggantikanku.” Aku tersenyum
menatap sepasang kekasih yang sedang bercanda tawa di sebuah tempat makan.
Komentar
Posting Komentar