Kau yang kusebut masa lalu (Surat untuk kekasih lama)

 Surat untuk kekasih lama

    
    Aku tidak tahu apa yang benar-benar dirasakan oleh seseorang yang patah hati. Aku hanya mendengar sepatah kata rindu dari media sosial, hanya tak sengaja mendengar lagu putus cinta yang sedang populer di beberapa kalangan. Ada rasa yang benar-benar tercabik, ada perasaan miris yang tak kumengerti cara mengobati. Wajahmu melintas di kepalaku. Semuanya tak lagi sama, baik keadaan, suasana, perasaan dan kebiasaan. Biasanya akan ada sukacita besar ketika kita tak sengaja berjumpa, kini aku hanya bisa menelan luka, saat kamu berpaling seolah kita tak pernah bersama.

            Kaki melangkah dengan merana, menyimpan tangis yang sungguh siap akan pecah. Ini bukan kali pertama, perpisahan kita juga sudah berlangsung lama, tapi tetap saja sakitnya semakin dalam. Orang-orang bilang, aku hanya perlu terbiasa tanpa hadirmu, perlu terbiasa tanpa memikirkanmu. Sudah kucoba, sudah kuberusaha sekuat tenaga. Hanya saja, saat tak sengaja berpapasan, seluruh aliran darahku bergemuruh, seluruh jahitan lukaku terbuka kembali. Tatapmu asing, senyummu juga asing. Aku tak lagi melihat sosok yang dulu begitu penuh dengan cinta. Hanya kenangan tentang kita yang tak pernah berubah. Kalimat-kalimat indah dari bibirmu masih tersimpan dengan baik di arsip hati.

            “Dua tahun lagi, aku akan mendatangi orang tuamu. Kamu maukan menikah denganku?” tanyamu seraya menggodaku. Pita suara terhambat, hanya senyum tersipu yang muncul ke permukaan.

            Kini aku sungguh sangat penasaran apakah kalimatmu itu tidak lagi berlaku? Apakah keinginanmu itu tak lagi ingin diwujud? Hari ini aku bermimpi melihat seseorang tengah memelukmu erat. Kamu terlihat begitu nyaman dan aku kehilangan pijakan. Meski hanya bunga tidur, sungguh aku tidak ingin mengulang. Rasanya perih, bagai dicabik-cabik kenyataan.

            Tidak ada lagi yang dapat kulakukan selain berteriak dengan tangis yang tak terkendali. Memukul dada agar kembali sadar dan tahu diri. Katakanlah aku memang sangat naif, aku yang tak lagi mengkehendaki kita bersama, tapi aku pula yang tidak terima jarak baru di antara kita. Karena sejujurnya yang ingin aku lepaskan hanya situasi menyebalkan kita, sikap-sikapmu yang belum bisa kuterima. Namun, aku malah memutuskan pengikat kita. Bagaimana pun, aku harus benar-benar siap kehilangan semua tentangmu. Yang bisa kumiliki hanya potongan-potongan kenangan kala kita memadu kasih.

            “Terima kasih telah mengabaikan dan menggantikanku.” Aku tersenyum menatap sepasang kekasih yang sedang bercanda tawa di sebuah tempat makan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Natal Berantai judul "Indahnya Natal di Hatiku"

Putih yang menyamar hitam-Chapter1

KehendakMu Baik-Evi Zai (Lirik lagu + motivasi rohani)