PESONA LELAKI MUNGIL II
“Mana
mungkin perempuan kayak kau suka samaku?” Aksa tertawa lepas setelah mendengar
pernyataanku.
“Eh,
aku serius loh! Tipe cowok impian aku emang yang pendek-pendek mungil gitu.”
Aku merasa tidak terima dianggap sebagai pembohong.
“Wkwkwkwk,
oke oke jadi kalau gitu, kau mau samaku?” tanya Aksa masih terlihat
menyepelekan.
“Ya
samamu enggaklah!”
“Tuhkan,
apa yang kau bilang dari tadi itu cuma bacotan Yori!” Tawa sepele muncul
kembali.
“Bukan
gitu, aku lagi mengejar hati seseorang. Tinggi kami kurang lebih sama dan itu
terlihat imut menurutku.” Aku melamunkan Nosa dengan aura positifnya.
“It’s
okey pendek, gemuk, miskin, merokok, jarang ibadah YANG PENTING GANTENG.
Iyakan!?”
“Susah
emang ngomong sama cowok insecure.” Kutinggalkan Aksa yang sedang duduk di
ruang tamu.
Langkah
kakiku berjalan menuju dapur. Aku baru teringat bahwa tamu belum mendapat
jamuan. Aku terlalu semangat untuk menceritakan tentang Nosa yang selalu
mengitari isi kepala. Segelas teh hangat dan cemilan ditaruh di atas nampan. Dengan
semangat kubawakan pada Aksa untuk dinikmati. Ia menjadi sangat dingin dan
pendiam. Apa ia masih merasa aku sedang membuat guyonan? Apa ia tersinggung?
Aksa
juga termasuk cowok pendek. Niat cerita adalah mengetahui pemikiran lelaki
pendek bila sedang disukai. Nyatanya semakin sulit untuk dimengerti. Apa Nosa
akan insecure? Atau ia malah tersinggung? Ahhhh bagaimana aku mampu mendapatkan
Nosa? Bila minset nya sama dengan Aksa, bisa-bisa aku harus mengubur perasaan.
Aku yang tiba-tiba frustasi dan mengacak-acak rambut, membuat Aksa memandangku
keheranan. Seolah aku adalah seorang perempuan gila yang ada di pinggir jalan.
“Ehm,
udah lanjutin aja makannya.” Aku bersikap norma kembali setelah merapikan
rambut.
“Kau
beneran suka cowok pendek!?” tanyanya lagi dengan nada yang sangat serius. Ia terlihat
sangat ingin meyakinkan diri sendiri.
“Apa
salahnya? Bukan tindakan kriminalkan? Setiap orang memiliki selera yang
berbeda.”
“Orang
pendek dan mungil itu keras kepala loh. Licik pula!” Aksa sedikit tertawa
jahil.
“Termasuk
kau?” Kutatap Aksa dengan mata menuduh.
“Menurutmu?”
Aku
memilih untuk tidak menjawab. Ini akan jadi pembasan panjang. Yang terpenting
aku mengenali sosok lelaki yang kucintai. Entah ia memiliki sifat terpendam
atau tidak, bagiku itu soal belakangan. Lagipula cinta tidak harus mendapat
balasan. Ahhh tidak, Nosa harus kudapatkan. Aku kembali mengacak rambutku dan
Aksa mulai menjaga jarak, seolah aku memang perempuan gila.
Komentar
Posting Komentar