Putih yang menyamar Hitam-Chapter 17
Satu
Level Lebih Spesial
~Perlakukan aku satu level lebih spesial! Mungkin itu akan jadi
bayaran setimpal~
***
Ketika hujan turun, awan gelap akan kembali cerah, tapi bukan berarti semua telah baik-baik
saja. Semakin pekat warna hitam awan, maka air akan turun dengan berlebihan. Bumi harus berjuang menyerap muntahan dari kapas kelam menyedihkan.
Bukan bumi keberatan, tapi pada satu waktu tugas ini akan memuakkan. Aku
pun bisa muak dengan kepura-puraan.
Aku melangkahkan kaki yang mantap,
dengan hati yang kuat. Tempat yang dituju semakin dekat dan jantung mulai berdegup cepat. Lelaki itu
sudah menungguku membawa warta. Raka berdiri sebagai sambut dan memberi senyum
sebagai sapa, tapi tidak ada yang kupedulikan selain ingin menyampaikan keinginan.
“Loh kok
dandananmu kucel gitu? Bedak tidak rata, ikat rambut juga dari karet belacan. Rindu banget
ya sama aku? Kenapa enggak minta dijemput aja sih?” Seolah hal buruk tidak akan
terjadi, kicauannya terus menyanyi.
Hanya senyum tanpa makna yang kuberikan sebagai respons. Sekujur tubuh berlumur
gemetar dan aku mulai
takut hancur lebur. Lelaki itu kembali memandangi wajah kucel dan kembali lagi
tertawa kecil. Tangannya mengelus lembut pipi kananku dan ia
berusaha merapikan bedak yang mengganggu pandangan.
“Raka, sekarang kau pilih aku atau pacarmu!? Kau nggak bisa seenaknya cemburu sama Bang
Depo, sementara aku tahu kau pacaran sama yang lain. Sadar enggak sih, kau memperlakukan
aku kayak selingkuhan?” Kulihat Raka diam seperti sudah menebak apa yang akan terjadi sore ini.
“Dia hanya untuk main-main, aku seriusnya samamu. Kau nyata
dan dia hanya angan. Kau sendiri
bisa menilainya Nest, waktuku lebih banyak untukmu. Masa perkara kayak gini,
persahabatan kita harus berakhir? Dia takkan merebutku darimu, aku janji!” Tangannya mengepal
kesepuluh jemariku. Mata mengedip lagi dan membuat kepala kehilangan logika.
Kapalku oleng dan hilang kendali.
“Perlakukan aku satu level lebih spesial! Mungkin itu akan jadi
bayaran setimpal.” Aku menghempaskan tangannya lalu berjalan menjauh. Ternyata
aku belum mempersiapkan semua dengan baik, pikiran masih mudah terpengaruh.
Mengapa aku mau saja menuruti maunya? Apa aku belum siap kehilangan dia yang
selalu ada? Kugigit bibir bawah sembari berjalan santai.
Masalah mampu atau tidak, hanya waktu yang akan
menjawab. Akan kutunggu hingga kelelahan menghujam jiwa dan menghentikan denyut nadi dengan paksa.
Terkubur dalam penantian panjang untuk memiliki sebulir cinta dari Raka. Bulir yang kuyakini akan
bertambah setiap detiknya. Sekali kugenggam takkan ada lepas dan sekali kulepas takkan ada niat
menukas.
Drrrrttt… Drrrrttt…
“Iya Mah?” Aku mengangkat telepon
saat sudah menemukan halte untuk duduk.
“Alfan kabur dari rumah Nest,” isak
Mamah dengan panik. Apa yang membuat adikku minggat? Dia bukan tipe yang suka
membuat belingsat.
“Kabur? Kok bisa sih!?” Aku
dikejutkan oleh berita barusan.
“Kau tolong bantu cari ya Nest, Mamah
takut dia ke Medan. Coba kau ke kos Rio, siapa tahu dia di sana. Papah
udah nyari ke mana-mana, tapi enggak ketemu juga. Mamah khawatir banget Nest, nanti
kalau dia kenapa-napa gimana?” Kecemasan Mamah mengalir dalam darahku.
“Sekarang Mamah minta alamat Rio dulu
ke orang tuanya, biar Nesta ke sana sekarang.”
Aku sudah tidak asing dengan orang
yang bernama Rio. Dia sahabat Alfan semenjak masih di bangku sekolah dasar. Lagipula
rumah orang tua kami tetanggaan. Lalu, mereka berpisah karena Rio harus
mengambil SMK perhotelan di Medan.
Setahuku mereka masih sering bertukar kabar, jadi wajar praduga Mamah mengarah
padanya.
Pesan yang ditunggu akhirnya kuterima.
Aku segera memesan ojek online untuk
melesat, aku tidak ingin mengambil risiko tersesat.
LANJUT CHAPTER 18
OMG 😧😧 g nyangka banget malah Gading yg muncul
BalasHapus