Aku Lebih Membutuhkanmu! (PART I)
Tubuhnya disandarkan pada tembok,
tangan dilipat, dan sebelah kaki ditekuk agar telapak kaki bersentuhan dengan
pembatas berwarna putih. Aku bisa melihat kemarahan besar di wajahnya yang
memerah. Aku berusaha tidak merepons dan menyibukkan diri dengan gelas yang
berisi air hangat. Tubuhku terasa menggigil, tapi termometer menunjukkan angka
40 derajat Celcius.
“Kenapa diam!? Apa sakit itu merenggut pita
suaramu!? Kau sudah seperti mayat hidup sekarang, apa kau pikir kau masih
tampak seperti manusia!?” ocehnya lagi dengan tatapan seolah jijik denganku.
“Kau enggak tahu apa-apa, jadi jangan
menghakimiku seperti ini! Aku muak dengan kehadiranmu, kau tidak membantu
apapun di sini!” Meski aku mulai merasa kesal, suaraku masih tidak menunjukkan
kekuatan. Kondisi fisik yang kurang baik masih membatasiku.
“Tidak membantu katamu!? Aku sedari tadi
berusaha menyadarkan dirimu dari sifat ambisius gilamu itu. Aku nggak mau kau
mati konyol! Kau harusnya sadar, satu-satunya orang yang peduli samamu itu
hanya aku, hanya aku Gita!”
“Sudahlah, aku sedang sakit, kita berdebat lain
waktu aja,” balasku lemas tanpa memandang wajahnya.
Perempuan yang ada di hadapanku saat
ini adalah orang yang keras, dia begitu tegas akan hal-hal yang melukaiku. Dia
baik, tapi sejak dulu aku tidak pernah setuju dengannya. Kami bagaikan air dan
api. Dia adalah sosok yang paling setia menemaniku dalam keadaan apapun.
Telapak tangan mulai merasakan basah
oleh keringat dan campuran air yang menguap. Genggaman yang tadi kuat mulai lepas
perlahan, mata melirik ke segala sudut untuk mencari tissue. Ah, benda itu
terlalu jauh untuk diraih, aku memilih menggunakan tissue bekas yang berserakan
di sekitar tubuh. Tangan mulai dikeringkan secara perlahan. Tiba-tiba suara
dering ponsel membubarkan kegiatanku, retina menatap alat elektronik yang bercahaya
terang.
Perempuan itu tidak bersuara, tapi
tatapannya penuh makna. Keadaan kamar sepetak ini samar-samar, memang disengaja
agar terasa lebih tenang walupun kesannya kelam. Cahaya hanya bersumber dari
sirkulasi udara yang berada di atas pintu. Aku melepaskan kain tebal yang
menyelimuti tubuh, kedua tangan memegangi lutut agar mampu berdiri tegak.
Terdengar suara napas yang ngos-ngosan, padahal langkah masih setengah jalan.
Suara panggilan mati sejenak, tapi
tanpa membutuhkan waktu yang lama, suaranya kembali terdengar. Aku berhasil di
tujuan dan membaca nama pelakunya. Aku dan perempuan yang masih diam itu saling
tatap. Ekspresinya semakin kecut, ia tahu apa yang akan kulakukan.
“Iya halo mah,” ucapku dengan nada suara yang
kupaksa normal. “Iya nanti aku transfer ya.”
Percakapan langsung berakhir tanpa
ada basa-basi sama sekali. Telunjuk langsung membawaku menuju aplikasi berwarna
merah. Hela napas terdengar kecang, saldo yang tersisa sangat miris, tapi aku
melayangkan semua begitu saja.
“Jangan katakan apapun! Aku tahu apa yang kulakukan,
besok aku sudah gajian, aku masih punya sebutir telur untuk malam ini,” selaku
saat ujung ekor mata melihat nganga mulut yang akan beraksi.
Aku meletakkan ponselku, berjalan ke kamar
mandi dengan sebuah handuk di tangan.
“Kau mau menemui pacar gilamu itu!?”
“Aku sudah bilang, aku tahu apa yang kulakukan.
Dia butuh bantuanku malam ini, jangan ikut campur!” Aku sedikit membentak agar
dia mengerti bahwa aku sedang tidak ingin dihalangi. Namun, aku tidak menduga dia
akan bereaksi begini. Gelasku tadi diraih dan dilemparnya dengan geram.
“ARRGGGGGHHHHHHHHHH! KAU SURUH AKU TIDAK IKUT
CAMPUR!? DI SINI AKU YANG KAU KORBANKAN GITA! AKU LUKA, AKU HANCUR, AKU
BERANTAKAN! KENAPA KAU SELALU SIBUK MENYEMBUHKAN DAN MEMPERHATIKAN ORANG LAIN!?
APA KAU MASIH INGAT KAPAN TERAKHIR KALI AKU TERSENYUM GITA!? IBUMU YANG HANYA
MEMENTINGKAN UANG TIDAK PERNAH BERTANYA APAKAH KAU BAIK-BAIK SAJA, PACARMU HANYA
MENCARIMU KETIKA DIA BUTUH, DIA BERMAIN PEREMPUAN DENGAN TERANG-TERANGAN DI DEPANMU, TEMAN!? KAU LUPA MEREKA SELALU MENINGGALKANMU SAAT
SUSAH!? MEREKA HANYA AKAN MENYAKITIMU, MENYAKITI KITA!”
“Tapi mereka membutuhkanku,” seruku lirih
sambil memegangi dada yang nyeri akibat perkataan perempuan itu, perempuan
pendamping yang diciptakan oleh hati kecilku.
“AKU LEBIH MEMBUTUHKANMU GITA!! AKU BUTUH KAU
MELIHATKU, AKU INGIN KAU PAHAM AKU LEBIH BUTUH SEMUA HAL YANG KAU BERIKAN KE
MEREKA!” Dia menangis dan membuatku semakin lirih. Dia tidak pernah
seberentakan ini sebelumnya. Suara tangisnya sampai tidak terdengar sama
sekali. Ia meringkuk dengan kedua tangan yang memeluk tubuhnya sendiri. Aku
hanya diam mematung menyaksikan innerchildku, perlahan aku terduduk di
lantai tanpa kata.
“Gita, aku juga ingin dibelikan sebuah hadiah kecil,
aku ingin dibelikan gaun yang bagus, aku ingin membeli ice cream, aku
ingin dibantu, aku ingin diperhatikan. Aku ingin kau lebih memilihku daripada
mereka,” isaknya dalam tangis yang mulai terdengar setelah setengah jam.
Bagaimana dengan aku? Aku masih diam di
tempatku, keram kaki tak lagi terasa, lebur hatiku lebih tak tertahankan. Malam
itu aku memilih bersama dirinya dalam kelam dan lampu yang pandam.
Komentar
Posting Komentar