Putih yang menyamar Hitam-Chapter 27
Kembalinya
Bentuk Senyuman
~Apa
yang menjadi milikku akan tetap jadi milikku. Sejauh apapun ia pergi, suatu
saat akan kembali~
***
“Nest, di depan ada yang
nyariin, katanya temanmu,” ujar Kakak kos
yang nongol dari pintu kamar. Aku sedang butuh udara segar, jadi kubuka
pintu lebar-lebar.
“Makasih Kak.” Aku bangkit
dengan rasa semangat.
Apakah sahabat tercinta
sudah tidak marah? Mengapa tidak langsung masuk saja? Menjadi kikuk ‘kah? Sungguh
tak pernah terduga, pertengkaran kecil menciptakan suasana berbeda. Semoga pertemuan
menjadi solusi kembalinya suasana semula. Aku sangat senang, hingga keluar
tanpa persiapan. Rambut masih acak-acakan, piama juga masih kugunakan.
“Nesta
itu cantik, pintar, jago masak, rajin nabung uang koin dan baik hati lagi.
Siska yakin banyak laki-laki yang mengharapkan Nesta,” pujinya dengan bangga.
“Jangan
terlalu melebih-lebihkan!” kilahku yang masih menatap ke atas, tapi tak jelas.
“Siska
serius, Bang Depo salah satu bukti nyatanya.” Dia mengarahkan kepalanya
kepadaku.
Aku teringat kala itu Siska
menginap di kos’an. Kelebihan
memiliki sahabat perempuan adalah bisa menginap bersama, bercerita tanpa ada
yang perlu ditutupi, bahkan kami sering memandang langit-langit kamar sambil
mengobrolkan sesuatu yang tulus, tapi tidak terlalu serius. Kami sering tertawa
sampai pagi menjemput dengan tak terasa.
Persahabatan antara
perempuan lebih sempurna daripada persahabatan antara lelaki. Akan sangat aneh
jika dua orang laki-laki saling berpelukan saat menangis atau berbahagia.
Namun, untuk perempuan itu malah akan terlihat menyejukkan bahkan tidak jarang
terlihat sangat menggemaskan.
Sedangkan untuk para lelaki
ini adalah hal yang berbeda. Saat sahabatnya terluka, mereka hanya dapat
menepuk pundak sambil berkata, “Sabar ya bro!”.
Persahabatan lelaki adalah persahabatan paling tidak beruntung setelah
persahabatan beda gender.
Untuk persahabatan beda gender, setiap orang paham akan
konsekuensinya. Jatuh cinta yang berakibat patah hati menanti dengan siaga.
Dulu, aku pernah berpikir bahwa jatuh cintalah yang menjadikan aku dan Raka
sahabat. Ternyata akhir ceritanya sama saja dengan cinta yang berawal dari
persahabatan. Tidak ada yang berbeda selain patah hati yang menyiksa. Kini, aku
tidak ingin kehilangan sahabat seperti yang sudah-sudah.
Ada hal lain yang sangat
menyenangkan dari persahabatan perempuan. Terjadinya banyak kesamaan tanpa
janjian. Memakai baju dengan warna yang sama saat bertemu, potongan rambut yang
tertiru, bahkan jadwal menstruasi yang semakin berdekatan tak menentu. Lucunya,
semua tidak pernah diniatkan untuk samaan. Hubungan akrab menjadikan batin
terikat benang merah yang sulit terlepas.
Meski begitu, ada hal yang
sedikit tidak mengenakkan jika persahabatan perempuan semakin erat. Masih dikonsep
yang sama tanpa janjian. Salah satunya ialah jatuh cinta kepada lelaki yang
sama atau mencintai lelaki yang memiliki
kemiripan beberapa. Intinya, setiap kemustahilan memiliki kesempatan
untuk jadi kemungkinan.
“Sis_” Suaraku tertahan
karena salah orang.
“Nest, maafkan aku,”
lirihnya seolah tak berdaya.
Matanya sembab, bahkan masih
menyimpan genangan yang dipaksa tertahan. Seluruh tubuh melemas tak tahu harus
berbuat apa. Bahkan aku hanya merunduk tak bisa mengeluarkan sebuah kata.
Keadaannya buruk sekali. Tidak ada hati yang mampu melihat seorang yang
disayang dalam keadaan menyedihkan. Ia tidak mencoba mendekatiku sama sekali,
aku pun sama tetap berdiam diri tanpa mau menimpali.
Apa yang harus kulakukan
jika seperti ini? Pertanyaan tentang ini memang sering terlintas. Namun belum sempat
aku mendapat jawaban, semua telah datang bertatap dan aku harus menghadap.
Andaikan lelaki yang kucinta datang kembali, jawab apa yang harus kuberi? Sampai
kini jawabannya belum bisa kuraih.
“Nest, berikan aku
kesempatan sekali lagi. Please aku nggak bisa tanpamu.” Ia meraih tubuhku
ke dalam pelukan.
Aku sering berharap mendapat
kesempatan agar ia datang kembali. Semua yang terlanjur kuberi hilang dibawa
Raka pergi. Setiap saat aku berharap ia ada di sini, menemani sepi, mengobati
rindu yang tidak pernah tahu untuk siapa akan kuberi. Namun, hari patah hati itu
menyadarkan satu hal, baginya aku tidak berarti sama sekali. Kemarin pun aku
masih bertanya tentang adanya sebuah keajaiban dan inilah mukjizat yang malah
tidak dapat aku hadapi, aku bingung, aku kosong. Aku yang meminta kesempatan,
tapi aku yang tak tahu cara mengenakan.
Raka menangis sambil
mengecup kepalaku berkali-kali. Aku masih membeku, pikiran beradu dengan
pertanyaan akan kembalinya cinta yang dulu. Saat ia memilih pergi, tidak ada
penyesalan yang terlihat, kakinya juga tidak berniat mengejar. Kini, ia datang
memberi kecupan tulus seolah takut kehilangan.
“Nest, bicaralah padaku!
Maafkan aku. Aku takut kehilanganmu.” Lelaki itu akhirnya melepaskan tubuhku
dan dengan sekuat tenaga aku mengumpulkan kesadaran diri. Kondisi saat ini
sudah berbeda. Nesta bangunlah!!
“Kehilanganku!? Bukankah aku
yang kehilangan dirimu? Kaulah yang meninggalkanku Raka! Katakan dengan jelas!
Apa perempuan itu meninggalkanmu hingga kau berlari mendapatkanku?” Aku tidak
bisa mempercayainya begitu saja.
“Jangan membenciku begini
Nest! Sampai kapan kau tidak memaafkanku?”
“Apa sebelum meninggalkanku,
kau tidak bertanya berapa lama sakit yang akan aku derita?” Aku menjawab dengan
perasaan meremehkan sekaligus jijik dan tentu aku masih ingin memeluknya erat,
tapi maaf takkan mudah kuberikan. Biar ia menyadari sakitnya ditinggal pergi.
“Lagipula saat itu kau tidak peduli padaku ‘kan?” lanjutku tanpa memandang
wajah yang kuyakin bingung memberi jawab. Berani-beraninya ia datang tanpa
persiapan yang matang.
Jika melakukan kesalahan
pada seseorang, haruslah ada harga yang dibayar. Harus ada persiapan yang
direncanakan. Bukan menyiapkan berbagai alibi untuk alasan pembenaran, tapi
menyiapkan hati tulus untuk melakukan perdamaian. Lelaki yang satu ini memang
berbeda. Ekspresinya memang memancarkan penyesalan tulus, tapi perkataannya
seolah mencari pembenaran. Seperti tipuan buaya kebanyakan, memperlihatkan sesal
di depan gadis kurang pengalaman.
“Aku menyesal Nest, akan
kuobati semua lukamu. Beri aku kesempatan!” Raka berlutut sambil menggenggam
tanganku. Apa kembalinya Raka akan menjadi obat? Atau malah menjadi penyakit
yang lebih hebat?”
“Pulanglah Raka, pikirkan
sejenak tentang semua ini!” Aku masuk dan menutup pintu utama. Otak ini perlu
merenung sejenak. Kuharap jiwa jangan terlalu cepat yakin dengan sesuatu yang
belum pasti.
Cepat atau lambat semua akan
terbukti, bahwa sesuatu yang tidak pasti akan segera mati dan bereinkarnasi
menjadi duri, lalu menancap ke dalam lubuk hati. Butuh waktu lama untuk
mencabut duri, juga butuh waktu lama untuk mengobati tancapan perih.
Aku memang masih sangat
mencinta. Meski luka belum sembuh sempurna, harus kuakui rasa belum pernah
sirna. Namun, tidak akan kubiarkan diri kehilangan kebahagiaannya lagi. Jika
pun terjadi akan kuciptakan bahagiaku sendiri. Dengan caraku sendiri, dengan
orang-orang yang terpilih dan takkan kubiarkan lagi mereka pergi. Akan kupaksa
menetap, meski mereka menolak dengan sigap.
***
Drrrrtttt…
“Halo Bi, aku sungguh
sangat… sangat… merindukanmu,” sapaku dengan nada manja.
“Sudah lama sekali tidak
melihatmu Nest. Segeralah bersiap, Bibi tidak sabar bertemu!”
“Baiklah. Sampai jumpa Bibiku
sayang.’’ Aku juga sudah tidak sabar tertidur dipangkuannya.
Aku meraih handuk dan segera
membersihkan tubuh yang hampir membusuk. Mungkin perumpaanku terlalu kasar,
tapi sungguh lalat pun tak lagi mau hinggap. Aku sendiri saja merasa jijik.
Kulit terasa lengket, rambut tergulung lepek dan piama sudah tiga hari tak
diganti.
*
Mandiku tidak terlalu lama, tapi
persiapanku kali ini sangat penuh perhatian, bahkan saat masih di kamar mandi
pikiran melayang untuk riasan. Baju favorit kuraih dari susunan paling bawah. Aku
duduk dan menghadapkan rambut pada kipas angin yang berputar kencang.
Kalian akan paham betapa
kreatifnya anak kos me-multi fungsikan
barang-barang yang terbatas. Kipas angin rasa hairdryer, rice cooker rasa wajan, botol minum rasa
gelas, dan sendok rasa sutil. Meski asupan gizi tidak terpenuhi, rebahan
dijadikan solusi untuk memenuhi amunisi. Inilah inovasi terkini.
“Kak Nesta, di depan ada
temannya tuh,” kata Dita selaku Adik kos yang
baru pindah.
“Bisa minta tolong bilangin
kalau Kakak masih ganti baju?” Rupanya lelaki itu benar-benar belum menyerah.
Aku akan membuatnya menunggu lebih lama, biar dia tahu rasa. Dita pun
mengangguk tanda setuju, ia lumayan ramah daripada penghuni lainnya. “Makasih
Dita,” kataku melayangkan senyum bahagia.
Sambil mempersiapkan
penampilan terbaik dari diri, kulirik jam di ponsel yang menunjukkan pukul
09.03 WIB. Masih ada waktu untuk berbicara dengannya. Kami akan mencoba
memperbaiki yang pernah rusak. Mencari solusi yang tepat. Semoga tidak akan ada
lagi yang merugi di bagian hati. Kubaca pesan terakhirnya tadi malam. Bahkan
nomor Raka sudah tidak lagi kusimpan.
0813 6869 xxxx 27 September 2019 23.56
Tolong beri satu kesempatan lagi. Aku akan datang lagi hari ini. Akan kubuktikan
rasa cintaku padamu.
|
“Ternyata aku masih secantik
yang dulu.” Berbicara di depan cermin akan memberi kepuasan tersendiri,
lagipula menambah senyum akan membuat bibir terlatih saat berbicara nanti.
Mulai sekarang, aku bukan Nesta
Alyani yang menyedihkan. Apa yang menjadi milikku akan tetap jadi milikku.
Sejauh apapun ia pergi, suatu saat akan kembali. Cinta sungguh mengenali
kekasih aslinya. Setelah mengunci kamar, langkah kaki berjalan dengan pasti,
bahkan senyum ikut terpatri kembali. Waktunya menemui dia yang telah lama
pergi.
LANJUT CHAPTER 28
Komentar
Posting Komentar