Putih yang menyamar Hitam-Chapter 32 (END)
Tingkat Kehidupan
~Aku akan menangis ketika aku lelah.
Bukan untuk menunjukkan aku lemah, apalagi mendorongku agar menyerah. Aku akan
menangis untuk meyakinkan hati bahwa aku bisa. Bisa mengatasi semua~
***
Satu
persatu masalah pun akhirnya selesai. Bukan berarti takkan ada lagi persoalan
yang akan menghampiri. Aku hanya merasa senang telah mampu bersikap dewasa
untuk semua kejadian yang menimpa. Ini akan menjadi bekalku untuk memecahkan
tantangan baru yang telah menanti di ujung waktu.
Cepat
atau lambat satu demi satu akan datang lagi, menguji lagi, memberi kesulitan
lagi dan kemenangan akan kuraih. Hidup bukanlah tentang bagaimana aku bahagia
tanpa adanya derita. Hidup adalah kemampuan menghadapi kepahitan yang mendera.
Rasa bangga karena ternyata aku telah melewati semua.
Sekarang
aku sungguh paham. Menangis memang tidak akan mengubah apapun, tapi mampu memberikan
kelegaan. Aku akan menangis ketika aku lelah. Bukan untuk menunjukkan aku lemah,
apalagi mendorongku agar menyerah. Aku akan menangis untuk meyakinkan hati
bahwa aku bisa. Bisa mengatasi semua.
Arti
bahagia belum kuketahui dengan sempurna. Titik mana yang dapat kusebut bahagia?
Semua belum dapat kupahami sepenuhnya dan aku tidak ingin lagi mencari tahu.
Jawaban akan datang dengan sendirinya. Aku tidak perlu menjadikan semua hal
sebagai beban yang berkepanjangan. Cukup jalani dengan senyuman, cukup
ikhlaskan dengan ketegaran. Tidak ada yang terlalu sulit untuk dilakukan.
Bahkan untuk sebuah kemustahilan, memiliki kesempatan untuk menjadi sebuah
kemungkinan.
Keadaan
Mamah jauh lebih baik dari yang terakhir kali kami bertemu. Emosi telah mereda
karena mengetahui miliknya masih menetap dan tak berniat beranjak dan sebagai
seorang putri yang dilahirkan, aku mau belajar lebih untuk cinta yang akan
hadir tanpa disadari. Seorang Ibu berhak mendapatkan anaknya kembali dalam keadaan
utuh. Termasuk jiwa raganya, termasuk fisik dan cintanya.
Bunda.
Sekali setahun aku berjanji akan mengunjunginya. Kami juga rajin berkomunikasi.
Aku telah membuat jadwal menelepon untuk bertegur sapa, bukan hanya dengan
Bunda, tapi dengan semua keluarga. Ia sangat gembira dengan pernyataanku. Ada
yang harus kutebus atas semua kebaikannya di masa kecil. Barangkali cinta juga
bisa kembali seperti dulu lagi. Barangkali sesuatu yang telah menjadi asing
masih memiliki kesempatan untuk memberi kenyamanan.
Alfan.
Baginya memasuki dunia remaja sangat sulit. Emosi yang tidak stabil dan
seringkali membuatnya menjadi temprament.
Kami berbaikan dan mencoba saling memahami keadaan masing-masing. Kami berhak
saling menghakimi, tapi untuk seorang saudara tidak dianjurkan untuk membenci.
Aku telah menjadi seorang gadis dewasa yang tentu sudah lebih bijak menggunakan
hidup. Semoga pencipta bangga dengan perkembangan jiwaku.
Seperti
dugaanku sebelumnya, ternyata Bang Depo benar-benar ditumbuhi bibit asmara baru
terhadap Siska. Kebersamaan yang sering mereka lalui saat menjagaku, membuat
hubungan semakin terasa dekat dan tanpa sadar ada sesuatu yang tumbuh meski tidak
disiram. Keduanya saling menutupi hingga gejolak jarak membuat hati tak tahan.
Mereka juga sedikit tidak nyaman denganku, terutama Siska.
Kucoba
yakinkan bahwa sungguh aku tidak masalah dan malah ini kabar bahagia. Mereka
memutuskan untuk tidak menjalin kisah sampai Siska tamat dan menyusulnya ke
Aceh. Siska akan memulai karir yang baru, status baru, lingkungan yang baru,
tapi sahabat lama harus tetap sama. Tidak akan ada yang akan keluar lagi dari
lingkaran kehidupanku. Termasuk sahabat karibku.
Gema?
Ia memutuskan akan menetap di kota Medan. Baginya meninggalkan kota ini tanpa
berpamitan dengan baik adalah sebuah tragedi yang harus ditebus. Ternyata ada
gadis lain yang lebih mencintai Medan daripada diriku.
Lisa
juga harus tetap berada dalam pantauannya. Barangkali Raka berniat macam-macam
dan menyakitinya. Gema membiarkan hubungan mereka, menunggu semesta bertindak
untuk memisahkan secara alami. Gema begitu antusias ketika seorang senior
mantan kampusnya [yang berarti kampusku
dan Siska] memposting sebuah
lowongan kerja yang sejalan dengan jurusan kami.
Semua
hal telah kembali ke kehidupannya masing-masing. Termasuk teman semasa SMA yang
satu per satu mulai membuat batu loncatan demi meraih mimpinya. Grup WA, selalu penuh dengan stiker-stiker
lucu untuk hiburan semata. Mereka semakin dewasa, tapi keseruan mereka tidak
berkurang sama sekali. Kami meraih mimpi dengan cara yang berbeda, tantangan
yang berbeda dan kesuksesan yang berbeda pula.
Sedangkan
aku, akan berkelana ke Yogyakarta. Hal yang diriku sendiri tidak pernah
menduga, tapi akan ada kisah istimewa di daerah istimewa dan aku harus
meraihnya. Aku dan Siska masih harus menempuh satu tahap terakhir dari skripsi,
yaitu sidang meja hijau. Kami tidak gemetaran seperti mahasiswa lainnya. Aku
dan Siska cukup tenang karena Gema menyakinkan dengan beberapa trik yang telah
ia terapkan sebelumnya. Belajar dari orang yang berpengalaman akan menciptakan
kemudahan.
Dunia
memandangku dengan segala kemenangan yang telah berpihak dengan sempurna. Ini
adalah tahap baru untuk melangkah. Setelah ini bukan berarti semua hal telah
selesai, tapi tahap awal untuk menghadapi kesulitan baru. Seumur hidup adalah
perjuangan untuk sebuah pembuktian. Bukan pembuktian siapa yang paling hebat,
tapi siapa yang mampu bertahan sampai tahap akhir.
Kita
juga tidak bisa memastikan tentang putih dan hitamnya kehidupan. Yang terlihat
buruk terkadang malah sebuah pembelaan dan yang terlihat baik malah menyimpan
tusukan untuk menunggu ditikamkan. Antara hitam dan putih, mana yang akan kalian
pilih? Sebelum memutuskan, pikirkanlah sedikit lebih lama. Putih tidak
selamanya baik dan hitam tak selamanya buruk.
Jangan
sampai pilihan itu malah menerkammu dari belakang. Belajarlah menjadi dewasa,
belajar menjadi kuat dan tak semua hal yang kamu ingini harus kamu miliki.
Namun, pastikan apa yang kamu miliki adalah yang kamu ingini.
“Maaf
aku terlambat sayang, kota Medan sudah semakin macet. Aku makin enggak sabar
kita merantau ke Yogyakarta!” Senyum khas menyapa dengan lembut.
“Makanya
kita harus berjuang biar cepat wisuda!” Aku memasang senyum bahagia. “Ayo
berangkat! Aku sudah tidak sabar melakukan kencan pertama.” Aku segera menarik
tangan Sata yang terlapisi kemeja lengan panjang. Ia hadir di saat yang tepat.
Hubungan ini masih sangat baru, tapi cintaku sudah pernah ada saat lima tahun
lalu. Kini takkan lagi aku meramu rindu. Aku bersyukur Farhan menjadi andil
kebersamaan kami. Jadi resmilah aku menjadi seorang kekasih, bukan selingkuhan
lagi.
-TAMAT-
MAU KUMPULAN QUOTES NOVEL PYMH
Komentar
Posting Komentar