Putih yang menyamar Hitam-Chapter 24
Perpisahan
Yang Tidak Sepihak
~Jika masih
berkeinginan mencintai orang yang sama dengan masa lalu, kenapa memutuskan
berpisah dengan yang dulu?~
***
Bayangan Raka di malam itu masih sering terlintas
meski rentang waktu telah berjalan setengah tahun. Aku ingin sekali memiliki
alat pemutar waktu, aku ingin memperbaiki sikap di malam ia bermanja-manja. Maaf
untuk hati yang sudah sangat memimpikan kebersamaan, saat ini semua itupun
harus tertunda.
Namun, jika aku diijinkan memperbaiki hari lalu, belum
tentu aku mampu; bisa saja hasilnya tak ubah. Jika ia cinta yang ditakdirkan
untukku, ia akan kembali dengan cinta yang lebih besar. Aku hanya harus cukup
dewasa untuk memulai dengan kepasrahan. Lagipula, kehilangan merupakan hal yang
biasakan? Hidup memang tidak selalu adil, tapi apakah terus bersungut-sungut itu
perlu? Apa aku harus menuntut semesta? Kurasa tidak juga. Ikuti saja alur yang
sudah Tuhan siapkan!
“Semuanya harus
kau dengar Raka! Semua isi hatiku. Termasuk betapa aku mencintaimu,”
batinku dalam dada.
Sakit yang kualami sudah tidak terasa lagi, semua racun
beralih menjadi penyambung hidup.
***
“Kali
ini Abang harus benar-benar menyerah atas Nesta!” sombongku pada senior yang masih setia menjadi teman.
“Kok kau pula yang ngatur perjuangan seseorang? Bagiku mundur
adalah sebuah pantangan,” bantahnya tegas.
“Udalah alumni emang susah dibilangi! Rencana mau mengabdikan diri di mana?” Aku beralih dari
topik yang tidak akan ada habisnya.
“Di….” Bang Depo menahan ucapannya untuk membuat aku
penasaran. “Jeng… jeng… jeng….” Ia seolah pembawa acara yang akan menyebutkan
nama pemenang. Aku yang tadi serius menjadi gondok dan membuang muka. Tawanya
pun pecah seketika.
Selain
tawa kelepasan, aku melihat jiwa bebas yang merambah ke dalam jiwa. Seperti
itukah perasaan seorang wisudawan? Melegakan sekali sepertinya. Aku harus
menunggu paling tidak tiga tahun lagi agar dapat merasakan toga terletak di kepala. Kami terdiam sambil menatap air mancur kecil
yang berada di tengah café. Tidak ada
kata, kami tersenyum seolah berjanjian.
Ahhhh, ini akan menjadi tahun-tahun panjang bagiku.
Semua orang telah pergi satu per satu.
Kelak, ke mana pun lelaki
ini melangkah, aku harap ia tidak berubah. Seseorang
yang jiwanya tidak mudah tersinggung, tidak mudah tersakiti dan tetap menjadi
seorang teman di kehidupan singkat. Meski aku mampu tersenyum melihat air yang
turun dari pancuran, hati ini hampa tanpa tujuan.
Aku
melambai pada seseorang yang baru masuk. Senyum kelegaan mulai terpancar saat menatap. Setidaknya yang satu ini,
masih menetap tanpa ada niat untuk beranjak. Siska, kau akan menjadi teman sepanjang perjuanganku untuk bertahan hidup.
Akan
ada kekosongan juga kehampaan yang mencekam ke depan. Seperti menjalani kehidupan dalam video documenter hitam putih. Memilukan dan
sulit menaikkan kadar emosi. Tidak ada warna lain yang menghiasi bingkai
cerita. Aku harus bertahan tanpa ada carut marut
kegembiraan. Sejujurnya lebih baik tidak memiliki kisah, karena aku
hampir mati rasa.
“Hai semua! Maaf ya sedikit terlambat.” Sapaannya sangat ceria.
“Tolong
pesankan nasi goreng dan jus jeruk ya Nest, mau ke toilet dulu he… he…,” pintanya dengan raut imut.
“Udah
telat, banyak tingkah, cengengesan pula. Dasar,” dumelku merasa kesal.
“Dasar-Dasar pancasila?” sambut Siska cepat,
lalu ia segera berlari ke arah yang diberi tanda panah.
Bang Depo mengambil alih untuk memesan punya Siska,
itu membuatku menaikkan alis sebelah.
Sedari tadi aku melihat Siska menahan sesak
dan ia sedikit menghentakkan kakinya, tapi
kuakui hari ini ia terlihat sangat menawan. Rok selutut ber-biku delapan plus baju model Sabrina putih
menambah kesan anggun yang tidak dibuat-buat. Aku juga sempat memperhatikan
bibirnya yang terpoles lipstik nude. Belakangan, perempuan itu cukup pintar dalam berdandan.
“Ada
otak mesum nih…,” tuduhku kala manik
Bang Depo tidak berhenti tertuju pada Siska yang belum menampakan diri.
“Ssttt… tutup mulu embermu betina! Aku hanya sedikit bingung, kenapa tampilannya
berbeda? Apa dia punya
pacar sekarang?” tanya Bang Depo
sambil mencondongkan badan ke depan, lalu hanya bahu yang terangkat tanda tidak
tahu.
Seorang
pelayan mengantarkan tambahan pesanan, lalu
perempuan itu kembali dengan senyum semringahnya.
Pikiranku dan
Bang Depo sama, perempuan ini
semakin luar biasa. Aku curiga ia sedang jatuh cinta, tapi dengan siapa? Ia jatuh cinta dengan cara yang
berbeda. Pasti lelaki
itu orang yang istimewa.
Bicara
mengenai jatuh cinta dengan cara yang berbeda, ada beberapa fakta yang harus
kita sadari. Setiap manusia dianugerahi sifat dan sikap yang melekat kuat dalam
diri, tapi percaya atau tidak; jika jatuh
cinta dengan orang yang berbeda, cara kita juga akan berbeda dalam mencinta.
Pertanyaan
sederhananya, apakah akan sama mencintai orang yang berkarakter cuek dengan
orang yang terlalu perhatian? Tentu saja tidak. Cinta juga perlu penyesuaian
sayang. Menjadi apa adanya merupakan keharusan, tapi
menjadi lebih
baik adalah
cara kita menghormati pasangan. Caraku mencintai Sata dan Raka juga berbeda ‘kan?
Untuk
orang-orang yang kontra dengan pernyataanku sebelumnya, akan kukatakan bahwa aku juga menyetujui kalian. Aku setuju
dengan pendapat kalian yang berkata masih banyak orang yang mencinta dengan
cara yang sama, meskipun itu dengan orang yang berbeda. Jangan terlalu cepat
menghakimi dengan berkata bahwa aku adalah perempuan plinplan yang tidak punya
pendirian!
Masih
dengan konsep mencintai orang yang berbeda dengan cara yang sama. Pernahkah kalian melihat seseorang membuat kriteria untuk pasangan
yang ingin ia kencani? Sewaktu SMA aku
pernah memperhatikan temanku yang mengencani
tiga gadis cantik. Tentu
ia tidak mengencaninya dalam satu waktu.
Perempuan yang penah menjadi
kekasihnya memiliki banyak
kesamaan, di antaranya; sikap periang, tubuh yang mungil, berkulit putih,
rambut panjang dan lembut saat bicara. Karena kesamaan
tersebut, ia juga tidak perlu repot mencintai dengan cara berbeda. Bukan berarti ia harus memperlakukan pacarnya
sama seperti ia memperlakukan mantannya.
Di
beberapa kasus aku rasa setiap orang perlu belajar cara mencintai dengan cara
yang berbeda. Jika masih berkeinginan mencintai orang yang sama
dengan masa lalu, kenapa memutuskan berpisah dengan yang dulu?
Selama
kita hidup, tidak ada yang mutlak di muka bumi ini. Katanya seorang ibu akan
memberikan kasih yang besar bagi anaknya, lalu mengapa masih banyak ibu yang menyiksa buah hati mereka? Katanya kecantikan itu relatif, lalu mengapa masih banyak lelaki yang membuat kriteria kulit putih terhadap gadis impiannya?
Katanya kita tidak akan gemuk jika makan
tidak
berlebihan, lalu mengapa ada
gadis tidak ideal meski ia sudah jarang makan? Ada lagi gadis ramping meski makanan selalu tersulut
tanpa henti di mulut; contohnya Siska.
Satu-satunya
yang mutlak adalah bahwa semua manusia akan dihadapkan pada kematian, entah
mati perasaan atau malah mati dalam kedagingan. Tidak akan ada yang terlepas
dari kematian, terutama dalam hal kematian daging.
“Bang
Depo rencana mau ke mana cari kerja?” Siska membuka kalimat
pertama setelah mendapat posisi duduk ternyaman.
“Ada
saudara di Aceh yang membutuhkan karyawan dan kebetulan
posisinya cocok sekali dengan tamatan kita,” ucapnya dengan
antusias.
“Kenapa perempuan genit ini malah mendapat jawaban?” protesku dengan rasa
tidak terima.
“Kalau Siska ikut,
Abang akan sangat senang karena bisa melihatmu setiap hari.” Mereka berdua tidak
menggubrisku. Bang Depo mulai
memasang wajah kusut seolah akan berpisah
dengan kekasihnya. Apa mereka telah tertikam cinta dan menolak keberadaanku?
“Kalau ikut kepelaminan mau dong!?” Astaga konyol sekali sikap saling mengoda
mereka. Tadi aku sudah memasukkan minuman ke mulut, tapi setelah
mendengar mereka, tenggorokan menolak. Aku pun mengembalikan
cairan ke gelas.
Mereka
malah terbahak-bahak. Ini akan menjadi malam terakhir bisa kumpul bertiga. Kalau esok aku masih ingin bertemu Bang Depo, itu hanya akan lewat video call saja. Bertemu tanpa menyentuh akan membuat alam
imajinasi berkembang. Betapa beruntung orang-orang yang hidup di jaman ini,
semua serba mudah. Walau dengan jarak jauh,
rindu masih bisa bertemu, saling menatap walau tak mampu menyentuh.
Meski
demikian temu yang berujung kebersamaan adalah yang terbaik. Jika hanya bertemu sebentar, itu sangat
menjengkelkan. Karena semakin bertemu,
kita akan semakin rindu.
LANJUT CHAPTER 25
Komentar
Posting Komentar